Tips Mengelola Kecemasan Dalam Menghadapi Covid-19

Proses Terjadinya Kecemasan dalam Menghadapi Pandemi Covid-19

Pada dasarnya semua gangguan kesehatan mental diawali oleh perasaan cemas (anxiety). Menurut Sadock dkk. (2010) kecemasan adalah respons terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi. Kecemasan diawali dari adanya situasi yang mengancam sebagai suatu stimulus yang berbahaya (stressor). Pada tingkatan tertentu kecemasan dapat menjadikan seseorang lebih waspada (aware) terhadap suatu ancaman, karena jika ancaman tersebut dinilai tidak membahayakan, maka seseorang tidak akan melakukan pertahanan diri (self defence). Sehubungan dengan menghadapi pandemi Covid-19 ini, kecemasan perlu dikelola dengan baik sehingga tetap memberikan awareness namun tidak sampai menimbulkan kepanikan yang berlebihan atau sampai pada gangguan kesehatan kejiwaan yang lebih buruk.

Dalam prosesnya (Gambar 1), seseorang melakukan evaluative situation yaitu menilai ancaman virus Covid-19 berdasarkan sikap, pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman masa lalu yang dimiliki Jika stressor dinilai berbahaya maka reaksi kecemasan akan timbul. Reaksi kecemasan ini ada yang bersifat sesaat (state anxiety) dan ada yang bersifat permanen (trait anxiety) (Lazarus, 1991).

Kecemasan biasanya berasal dari persepsi terhadap peristiwa yang tidak terkendali (uncontroled), sehingga individu akan berfokus pada tindakan yang terkendali (Shin & Newman, 2019). Dalam konteks pandemi ini contoh tindakan yang terkendali yang dilakukan antara lain berolahraga, meditasi, melukis, bermain musik, berkebun, memasak, membaca buku, menonton film, dan lain sebagainya. Berbagai aktivitas tersebut sesuai dengan ketertarikan dan kemampuan individu sebagai strategi yang tangguh dan protektif untuk mengatasi stres, kecemasan, dan panik (Wood & Ringer, 2006)

Tahapan terakhir dalam menghadapi kecemasan yaitu menemukan solusi (coping) dengan bentuk pertahanan diri seperti rasionalisasi. Rasionalisasi tidak dimaksudkan agar tindakan yang tidak masuk akal dijadikan masuk akal, akan tetapi merasionalkan. Rasionalisasi tidak dimaksudkan untuk ‘membujuk’ atau memanipulasi orang lain, melainkan ‘membujuk’ dirinya sendiri agar dapat menerima keterbatasan diri sendiri.

Pada dasarnya mengelola kecemasan agar tetap pada tingkatan yang proporsional, merupakan hasil dari proses penilaian (perception of situation) yang terjadi berulang kali. Proses penilaian dapat berubah seiring seseorang terpapar oleh informasi. Perubahan penilaian ini kemudian berdampak pada bentuk coping. Pada awal-awal masa pandemi COVID-19, tindakan membeli kebutuhan secara berlebihan (beli panik/panic buying) merupakan salah satu contoh penilaian individu terhadap ancaman kelangkaan bahan kebutuhan pokok. Mungkin saja keputusan untuk beli panik ini dilakukan karena input informasi dari media digabung dengan pengalaman masa lalu ketika ketersediaan bahan-bahan pokok menipis pada masa krisis moneter. Namun beli panik kemudian tidak berlangsung lama karena dianggap tidak efektif lagi.

Tips Mengelola Kecemasan

Pemberitaan yang mendadak dan hampir terus menerus mengenai pandemi akan membuat siapa pun menjadi cemas. Menilai tingkat bahaya akan COVID-19 melalui penyeleksian informasi yang diterima dan kebijakan menjadi kunci mengelola kecemasan. Informasi dan kebijakan dapat mempengaruhi penilaian seseorang terhadap ancaman (COVID-19) dan kemudian mempengaruhi respons kecemaasan yang ditimbulkan.

Beberapa tips dalam menjaga kesehatan mental antara lain:

  1. Kurangi menonton, membaca atau mendengarkan berita yang membuat kecemasan meningkat. Carilah informasi dari sumber-sumber terpercaya dan utamakan membuat rencana praktis melindungi diri dan orangorang terdekat. Usahakan mencari berita hanya 1-2 kali dalam satu hari dan pada waktu yang spesifik. Banyaknya terpapar misinfodemik mengakibatkan kesalahan dalam strategi coping yang diambil. Misinfodemik adalah istilah yang digunakan untuk misinformasi yang berkontribusi terhadap penyebaran penyakit dan cukup lazim untuk COVID-19. Mencari informasi terkait menjaga kesehatan mental di masa pandemi di berbagai sumber online juga suatu langkah yang positif (Banerjee, 2020). Pilihlah situs jaringan kesehatan mental yang valid dan terpercaya seperti Kementerian Kesehatan, WHO, biro konsultasi psikologi, atau sumber-sumber yang bersifat keagamaan/religius.
  2. Menjaga pola hidup dan pola pikir yg sehat. Pola hidup sehat penting untuk diterapkan, karena tidak hanya dapat melindungi diri dari beragam penyakit, tetapi juga baik untuk kesehatan mental. Selain itu, pola pikir juga dapat memengaruhi tingkat kesehatan seseorang. Orang yang berpikir positif cenderung lebih sehat, karena mampu menghadapi stres yang dimilikinya dengan baik. Mereka juga cenderung lebih mudah menjalani gaya hidup sehat, sehingga tidak rentan terserang penyakit.  

Kesimpulan

Kecemasan adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari ketika berada pada kondisi penuh tekanan seperti di masa pandemi COVID-19. Salah kunci penting mengelola kecemasan adalah pada penyeleksian informasi yang diterima dalam kurun waktu tertentu. Informasi tersebut hendaklah bersal dari sumber terpercaya dan memiliki kredibilitas di bidangnya. Jika mulai merasa memiliki gejala gangguan mental ringan, langkah awal adalah minta pertolongan pada lingkungan terdekat yang dipercaya, bisa pasangan, orangtua, kakak, atau sahabat. Jika hal tersebut kurang berhasil maka meminta bantuan pihak yang kompeten seperti ahli kejiwaan juga merupakan jalan keluar yang baik. Beberapa praktisi kesehatan mental seperti Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan klinik-klinik kesehatan mental lainnya menawarkan dukungan daring (online) atau kunjungan ke rumah melalui konseling dan psikoterapi .

(Sumber : https://ejurnal.kependudukan.lipi.go.id/)